Pertandingan Piala Eropa telah berakhir dengan hasil Spanyol
menjadi Negara pertama yang berhasil mempertahankan gelar sebagai Juara Piala
Eropa. Tidak lama berselang kita disuguhkan sebuah kompetisi lain yaitu babak
kualifikasi Piala Asia U-22 2013. Indonesia bertindak sebagai tuan rumah grup E
yang dihuni Rangking 1 dan rangking 2 AFC (Konfederasi Sepakbola Asia) yaitu
Jepang dan Australia serta Singapura, Timor Leste dan Makau. Memperebutkan 2 tiket
ke putaran final + 1 ranking tiga terbaik akhirnya Jepang dan Australia lolos
mewakili grup E ke putaran final, sementara Timnas Indonesia walau menempati
posisi ke-tiga gagal melenggang setelah hanya mampu meraih 6 poin dari 5
pertandingan yang dimainkan, kalah dari Oman yang meraih nilai 7.
Lho, kog Indonesia Cuma 6 poin yang dihitung?? Berhubung
grup D hanya terdapat 5 negara maka grup lain yang berisi 6 negara maka poin
yang dihitung yaitu setelah dikurangi poin yang diraih dari tim juru kunci
(Indonesia Poin 9 dikurangi 3 poin hasil melawan Timor Leste). Hanya Myanmar
wakil ASEAN yang berhasil lolos ke putaran final setelah menjadi runner up dibawah
Korea Selatan di grup G dimana hanya
kalah selisih gol setelah meraih poin sama dengan Korea Selatan. Myanmar juga
berhasil menahan imbang Korea Selatan 0-0. Grup ini juga dihuni 3 negara lain
dari ASEAN yaitu Philipina, Vietnam dan tuan rumah Malaysia.
Nah saya coba belajar jadi komentator lagi ah, memang belum
tentu bisa melakukannya sih tapi paling gak ikut mikirin perkembangan sepakbola
kita…hehehehe. Melihat permainan Timnas Garuda Muda kemarin sih saya cukup
terpesona, mereka berusaha dan mampu memainkan umpan-umpan pendek khas
tiki-taka walau mungkin perlu lebih banyak pengembangan tetapi paling tidak ada
setitik harapan melihat gaya permainan punggawa-punggawa Garuda Muda. Bermain
berani dan agresif sudah terlihat walau mungkin belum banyak variasi serangan
yang dilakukan, skill-nya pun sudah baik dan mampu menciptakan beraneka peluang
menciptakan gol. Masih banyak yang harus dibenahi sih memang, soal stamina dan kontrol
emosi misalnya, jika saja 2 kendala ini bisa dibenahi mungkin Timnas Muda ini
bisa berbicara banyak di level Internasional, gak cuma level domestik atau Asia
saja.
Kerjasama antar mereka pun cukup baik walau mereka datang dari
berbagai klub dan latar belakang. Agung Supriyanto pencetak 4 gol selama
kualifikasi berasal dari klub PPSM Kartika Nusantara asal Magelang juga
merupakan anggota TNI, andalan Indonesia sekaligus kapten tim Andik Vermansyah
berasal dari klub Persebaya 1927 (IPL) dan pemain tengah lainnya Adi Bayauw
merupakan pemain asal klub Persija
Jakarta (IPL), ada pula pemain asal Semen Padang Yosua Pahabol yang baru
berusia 18 tahun, mereka bahu-membahu berusaha meloloskan Timnas Indonesia ke
putaran final dengan segala kemampuan yang dimiliki, dan permainan mereka juga
menarik ditonton dan mampu menyuguhkan permainan yang menawan, mungkin dengan
memperbanyak jam terbang melawan tim-tim yang kelasnya berada diatas mereka
dapat mengasah kemampuan dan mental bertanding.
Disamping nama-nama terdapat pula beberapa nama yang sudah
dikenal luas yang sebelumnya pernah membela Timnas U-22, mereka diantaranya
Kurnia Meiga, Andritany Ardhiyasa yang berposisi penjaga gawang, kemudian
Gunawan Dwi Cahyo, Diego Michels dan Hasyim Kipuw di sektor pertahanan, di sektor
tengah ada Egi Melgiansyah, Oktavianus Maniani dan di sektor penyerang ada Yongki Aribowo, Titus Bonai,
Patrick Wanggai bahkan Syamsir Alam asal klub C.S. Visé (Belgia) juga pernah
jadi punggawa Timnas U-22. Jadi sebenarnya kita memiliki banyak talenta muda
yang jika terus diasah dan dijaga dengan baik bukan tidak mungkin mereka akan
membawa Indonesia ke pentas dunia dan mengharumkan nama bangsa.
Tapi anehnya ketika mereka beranjak ke Timnas Senior seolah
kemampuan dan ketrampilan mereka di lapangan terlihat berbeda, entah karena
kemampuan lawan yang justru berkembang lebih pesat dari perkembangan Timnas atau
karena memang kualitas Timnas kita yang tidak berkembang sama sekali atau bisa
jadi karena kedua factor tersebut terjadi secara bersamaan, karena faktanya
Timnas Senior kita tidak mampu berbicara banyak bahkan untuk level ASEAN. Lihat saja bagaimana perkembangan
sepakbola Vietnam dan Myanmar yang notabene mengandalkan produk lokal, Philipina
pun berkembang cukup pesat walau mereka mungkin agak berbeda karena ada faktor
naturalisasi pemain, jadi sebenarnya naturalisasi pemain bukanlah harga mati untuk perkembangan
sepakbola karena Vietnam yang sekarang memuncaki ranking di ASEAN sesuai
release FIFA bulan Juli masih mengandalkan produk lokalnya. Indonesia dengan
segudang talenta-talenta muda sebenarnya memiliki peluang yang banyak untuk
berbicara di kancah persepakbolaan dunia, Jepang saja yang jumlah SDM-nya jauh
lebih sedikit bisa berbicara di pentas dunia apalagi Indonesia, ya gak.? Ini kalo
bicara harusnya sih.
Kalo diliat antusiasme juga Indonesia luar biasa, bagaimana
sambutan masyarakat ketika klub-klub ternama datang ke Indonesia, bahkan rencana
kedatangan klub seperti QPR saja mampu menyedot atensi yang luar biasa, itu
juga kan sebuah modal, bahwa masyarakat mau mengeluarkan dana yang tidak bisa
dibilang sedikit untuk mendapatkan tontonan yang berkualitas. Lihat juga
bagaimana masyarakat di Pekanbaru memadati stadion setiap Timnas Garuda Muda
bertanding didalam kualifikasi Piala Asia U-22 2013 kemarin, luar biasa bukan? Itu
untuk level Junior, yang mungkin di Negara tidak seantusias di Indonesia. Semua
itu modal untuk membangun sepakbola Indonesia menjadi sebuah industry, namun
sebelumnya para pelaku sepakbola juga perlu meningkatkan kualitas sajiannya dan
profesionalismenya, gak Cuma mikirin uang..uang… dan uang, karena dari
sejarahnya sepakola Indonesia merupakan suatu alat untuk mempersatukan bangsa
dan menumbuhkan rasa nasionalisme.
Saya sendiri beberapa kali menonton pertandingan Timnas
Senior maupun Junior, baik itu langsung maupun melalui layar kaca merasakan
aura betapa dashyatnya pesona dan antusiasme masyarakat dalam menyaksikan dan
mendukung pertandingan Timnas, ini sebuah bukti bahwa masyarakat selalu
mendukung dan menantikan prestasi Timnas walau beberapa kali dikecewakan dengan
hasil yang diraih. Permainan Timnas Indonesia juga tidak buruk, masyarakat
Indonesia selalu mengapresiasi sejauh Timnas sudah mengeluarkan kemampuan
terbaiknya, sebaliknya jika bermain malas-malasan penonton tidak segan-segan
memompa semangat dan beberapa mencemooh, itu semua karena kecintaan mereka pada
Timnas.
Setelah gagal di kualifikasi Piala Dunia 2014 yang diselenggarakan
di Brazil, selayaknya Timnas melakukan regenerasi dan mempercayakan
pemain-pemain muda untuk berkompetisi di level senior, lihat saja bagaimana
Jepang meregenerasi pemainnya pun hal yang sama dilakukan tim sekelas Jerman,
Spanyol, Brazil dan Argentina, dengan memberikan kesempatan yang lebih banyak
kepada pemain muda akan membantu mereka dalam mengembangkan permainan dan
memupus kesenjangan/gap antara pemain senior dan junior sekaligus menjaga
kesinambungan kualitas permainan dan kerjasama antara pemain, syukur-syukur
mereka melahirkan prestasi dalam waktu dekat ini.
Piala AFF 2012 misalnya, bisa menjadi ajang untuk menempa
para punggawa muda Garuda, satu grup bersama Singapura, runner up kualifikasi
dan Juara bertahan sekaligus tuan rumah Grup B Malaysia. Berada satu grup
dengan Malaysia yang secara tradisional merupakan lawan yang kerap memberikan
perlawanan dengan tensi tinggi tentunya sebuah ajang yang mereka butuhkan untuk
melatih mental bertanding, tentunya dengan didampingi beberapa pemain senior.
Kita lihat saja apakah Timnas yang dikirim ke Piala AFF nanti akan berisi
pemain-pemain muda atau kembali dipercayakan pada pemain-pemain naturalisasi
yang level permainannya juga bagus namun untuk masa depan sepakbola Indonesia
sih saya lebih pilih pemain-pemain muda.
hidup garuda kita
BalasHapusgarudagamers